lifersation one.
Sore itu ia
menangis lagi, ia berpikir mengapa hidup dapat berbuat sedemikian rupa
kepadanya. Ia berpikir, mengapa ia diciptakan menjadi manusia yang selalu
memusingkan bagaimana hidupnya berjalan terlebih menjalani apapun yang terjadi
pada hidupnya.
“Sebetulnya,
hidup itu perlu dipikirkan nggak, sih, Sa?”
Tanyanya pada
lelaki berkaca mata yang sedang menjilat es krim di sampingnya.
“Ya perlu
lah, Ta. Kalo nggak dipikirkan, mana mungkin hidup kita bisa sampai di titik
sekarang dan semenyenangkan sekarang?”
“Ah, sekarang
juga belum begitu menyenangkan, Sa.”
“Kalo
dipusingkan?”
“Mungkin itu
yang nggak perlu, Ta. Tapi, kan, setiap manusia punya cara menjalani hidup
mereka masing-masing.”
“Mengapa
semua selalu kembali lagi, ‘ya balik ke orangnya’” cibir Ta.
“Kenapa hidup
ini nggak kayak matematika aja, yang ada rumus pastinya? Atau yang kaya makalah
gitu yang ada sistematikanya?”
Sa hanya
memandang Ta sejenak lalu menghela nafas, memilih untuk membiarkan Ta
menyelesaikan perkataannya, semaunya. Sa tahu, Ta sebenarnya tidak butuh jawaban,
ia hanya ingin berbicara dan didengarkan.
“Udah lama
nggak ngobrol ya, Ta.”
Ta tersenyum
penuh arti. Taman kota yang sesak oleh pengunjung dan aroma sehabis hujan
mendadak lengang tanpa suara.
Labels: Ngomong Aja