mungkin di lain petang.
“Aku suka bagaimana cara dia memanusiakanku, berada di sekelilingnya aku seperti menjadi manusia paling beruntung dan berharga di dunia, I’ve never felt it before”
“Kukira aku akan menjadi kebanggaannya, ternyata
aku belum terlalu cukup”
“Tau, Sa, apa hal yang paling sulit untuk
dilakukan dan dipahami, aku nggak paham mengapa aku harus membencinya dan
melupakannya karena dia nggak punya kesalahan apa-apa, aku nggak tahu mengapa
awal yang aku kira akan menjadi pintu matinya kepahitan di hidupku menjadi
gerbang lain yang menggambarkan siapa diriku sebenarnya”
“Aku bingung, aku yang sebenarnya yang
siapa dan ada berapa”
“Rasa suka sebenarnya bisa bertumbuh kan,
Sa, jika kita tahu dan mau siapa orangnya”
“Tapi memang sepertinya, ia bukan orangku
dan aku bukan orangnya”
“Kita
sama-sama selesai.”
“Hal yang lebih membingungkan lagi, aku
mengaku patah. Atas harap menjadikannya rumah alih-alih ternyata remah”
“Aku patah atas bayang-bayang yang kubayang
sendiri”
“Sungguh, bukan tanggung jawabnya jika aku
patah”
“Dia sama sekali tidak menjelma antagonis
hingga akhir cerita”
“Aku yang hilang, mencari tempat pulang, kembali
hilang”
“Kubenamkan diriku pada sayup-sayup malam panjang terbentang tanpa bintang”
“Mungkin di lain petang”
Labels: Sajakku