Saturday, July 24, 2021

mungkin di lain petang.

“Aku suka bagaimana cara dia memanusiakanku, berada di sekelilingnya aku seperti menjadi manusia paling beruntung dan berharga di dunia, I’ve never felt it before”

“Kukira aku akan menjadi kebanggaannya, ternyata aku belum terlalu cukup”

“Tau, Sa, apa hal yang paling sulit untuk dilakukan dan dipahami, aku nggak paham mengapa aku harus membencinya dan melupakannya karena dia nggak punya kesalahan apa-apa, aku nggak tahu mengapa awal yang aku kira akan menjadi pintu matinya kepahitan di hidupku menjadi gerbang lain yang menggambarkan siapa diriku sebenarnya”

“Aku bingung, aku yang sebenarnya yang siapa dan ada berapa”

“Rasa suka sebenarnya bisa bertumbuh kan, Sa, jika kita tahu dan mau siapa orangnya”

“Tapi memang sepertinya, ia bukan orangku dan aku bukan orangnya”

“Kita sama-sama selesai.”

“Hal yang lebih membingungkan lagi, aku mengaku patah. Atas harap menjadikannya rumah alih-alih ternyata remah”

“Aku patah atas bayang-bayang yang kubayang sendiri”

“Sungguh, bukan tanggung jawabnya jika aku patah”

“Dia sama sekali tidak menjelma antagonis hingga akhir cerita”

“Aku yang hilang, mencari tempat pulang, kembali hilang”

“Kubenamkan diriku pada sayup-sayup malam panjang terbentang tanpa bintang”

“Mungkin di lain petang”

 

Labels:

1 Comments:

At August 2, 2021 at 2:15 AM , Anonymous Anonymous said...

I used to think this way
But, then i realize home isn't a place or a person..
It's a feeling
Seek that feeling first and you'll find your home :)

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home