Wednesday, September 30, 2020

Am I exist?

 

                                                                                                  



Dulu aku sering ngerasa nggak dianggep, transparan, kalo gada aku di circle sma-ku ya gapapa. Nggak ngaruh. Nggak punya power. Karena emang prinsipku less talk sihhh.

Aku kayak krisis identitas. Merasa harus exist di setiap kelompok yang aku ada di dalamnya. Padahal bukan itu tujuan seharusnya.

Tapi lama-lama aku sadar sih, kita nggak bisa buat semua orang untuk selalu butuh dan ingin ke kita.

Gapapa nggak in to semuanya, tapi yang penting ada satu, dua, tiga yang in ke kita. Yang cari kita pas dia butuh. Yang cari kita pas kita nggak ada.

Dan harus berani untuk tidak disukai. Dulu aku suka mikir, ah pasti gada yang nggak suka sama aku, aku udah berbuat baik ke semuanya, gak suka perpecahan, love peace, nggak suka nyebelin ke orang lain. Tapi kan, itu pandanganku terhadap diriku sendiri. Dalam pandangan orang lain bisa aja mereka anggap aku sok baik, sok cantik, sok kalem, indeed.

Itu dulu, waktu aku belum begitu mengenal diriku. Waktu aku belum bisa mem-filter perasaan apa yang harus aku dalami dan yang harus aku singkirkan. Aku pikir sekarang aku udah lumayan jago masalah ini haha.

Aku juga paling suka kalau diajak. Kayak bahkan cuma sekadar, "keluar yuk!" "beli jajan yuk di metro" "ngopi yuk!" dan ajakan-ajakan yang lain. Itu buat aku... Ngerasa ada, ngerasa exist di hidup kalian, kayak, oh this one guy get reach me out?. Kayak I mean aku bakal mikir, oh aku penting toh sampe diajak, oh aku dianggep, oh aku berharga toh buat dia? Terima kasih kepada orang-orang yang sering ngajakin aku. Jangan capek dan bosen ngajakin aku yang walaupun kadang kalo aku lagi males ketemu orang, aku alesan, hehe.

Percaya atau enggak, awal-awal aku nyaman sama temen kampusku, aku kadang ingin membuang segala memori sma-ku. Iya, literally semuanya. Kayak Clementine yang membuang segala memori tentang Joel Barish. Mau baik maupun buruk. Aku cuma merasa selalu sedih sama semua memori itu. Menyenangkan tapi nggak bisa balik lagi ke sana. Menyedihkan dan semakin mengecewakan. Kayak nggak ada gitu identitas baik yang ditinggalin. Bahkan, aku juga ingin memutus hubungan sama temen-temenku. Gila, ya? Emang, mungkin saat itu aku cuma pengen untuk terus berada di zona nyaman dan nggak merasakan semua memori itu lagi. Aku kayak takut sama memori, indah ataupun nggak indah. Kalau diajak ketemu temen sma aja aku rasanya ingin banget nolak, ya karena aku nggak ingin membuat memori baru bersama mereka.

Tapi, semoga sekarang nggak, dan seterusnya nggak. Aku ingin berdamai dengan memori. Karena sejauh apapun aku lari, tetep nggak akan bisa. Karena dia bukan mengikutiku, tapi ada di sini, di relung hati dan amigdalaku. Di dalam diriku.

 

Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home